Tuesday, January 29, 2013

Duren dan Duri - Hargailah Pasanganmu

Salah satu temanku kembali menjadi DuRen (duda keren) selama setahun setelah itu lebih banyak menjadi DuRi (duda sendiri) selama 5 tahun lebih.  Cukup sulit untuk dirinya menerima ketika dia meninggalkan istrinya untuk bekerja di lain negara sang istri akhirnya pindah ke lain hati dan sekarang dia hidup sendiri dan masih memikirkan "What if?".  Saya teringat waktu masa mereka masih bersama Sang suami sering marah-marah dan jarang menunjukkan sayang kepada Sang Istri.  Sering terjadi percekcokan untuk hal-hal yang tidak penting di jangka panjang seperti makan siang , cat tembok dan sebagainya.  Sering pulang malam karena pekerjaan kantor.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi?  Apakah ketika kita sudah menikah kita berhenti untuk berjuang lagi untuk mendapatkan hati pasangan kita?  Apakah kita merasa istri sudah diberikan tidak perlu diperjuangkan lagi. Apakah karena tidak ada kompetisi kita menjadi kurang sigap?

Ketika aku bertanya pada Si Duri, apakah anda menyesal?  Dia menjawab, "Iya". Mengapa dia begitu memprioritaskan karir dan melupakan sang istri, padahal karir yang dibina sebetulnya untuk kebahagiaan sang istri juga.  Dia belajar banyak dari kejadian tersebut dia belajar bahwa banyak hal yang penting pada saat muda mungkin tidaklah penting lagi ketika dia sudah tua.

Terkadang manusia tidak pernah berterimakasih terhadap udara yang telah diberikan.  Hanya ketika udara tersebut diambil atau dalam keadaan sesak nafas barulah manusia mulai mengapresiasi indahnya bernapas dan menghirup udara.

Apakah kita pernah bertanya pada diri sendiri bahwa pasangan kita memerlukan apresiasi dari kita.  Apakah kita pernah berpikir untuk selalu berjuang memenangkan hati pasangan kita dan meyakinkan tidak ada lubang di hatinya untuk berpindah. 

Apakah kita sudah mengerjakan pekerjaan rumah kita sebagai pasangan?

Monday, January 21, 2013

The Law of the Garbage Truck

Ketika saya di perpustakaan buku ini menarik perhatian saya "The Law of the Garbage Truck" - David J Pollay.  Mengingatkan saya email yang menyebar cepat beberapa tahun lalu mengenai cerita seorang supir taksi yang hampir menabrak mobil yang keluar dari parkiran tanpa memberikan aba-aba, bahkan si pengemudi tersebut memarahi supir taksi, dengan hebatnya sang supir taksi hanya tersenyum , melambaikan tangan dan  berjalan terus.  Si penumpang bertanya kepada supir taksi itu mengapa ia tidak membalas memarahi pengemudi tadi, dia bercerita "Banyak orang yang seperti truk sampah mereka membawa kemarahan, frustasi, kesedihan di dalam diri mereka dan mencari tempat untuk membuangnya, dan jika kita tidak berhati-hati kita akan menjadi truk sampah juga menerima sampah dan membuang sampah kemana-mana.  Jadi saya cukup tersenyum, melambaikan tangan dan berjalan terus.

Ketika saya merenungkan diri saya, wow banyak sekali hal yang menyita waktu saya karena saya mengambil sampah orang lain dan membuang sampah sembarangan seperti layaknya truk sampah. 

Di buku tersebut menceritakan petuah hidup yang sederhana dan mudah dilakukan seperti :
1.  Jangan menjadi truk sampah dan menerima sampah orang lain , tersenyum, lambaikan tangan dan jalan terus.
2.  Jangan menimbun sampah pada diri sendiri - dengan sampah masa lalu seperti memory buruk dan jangan mengkhawatirkan sampah masa depan , bersikap positif.
3.  Jangan menjadi truk sampah untuk orang lain - balas dendam bukanlah jawaban.  Bahkan bisa mengganggu kesehatan kita. Jadilah real-time forgiveness.
4.  Jangan menjadi provokator untuk orang lain menjadi truk sampah.  Ciptakan lingkungan ramah lingkungan jauh dari sampah (frustasi, kemarahan, kekesalan dll).

Dan masih tips-tips sederhana lainnya.

http://bewareofgarbagetrucks.com/wordpress/about-the-book/

Tuesday, January 15, 2013

Problem or Outcome Thinking?

Beberapa hari yang lalu saya terkena flu.  Yang pertama kali di kepala saya adalah "Hmmm kapan ya virus ini datang?"  Apakah ketika saya naik bus lupa cuci tangan setelah memegang pegangan di bus, ataukah di MRT?  Atau karena udara sedang kurang baik banyak turun hujan?  Atau ? 
Begitu banyak possibilitas saya menjadi pilek, lalu saya tertegun sambil meler-meler dikit.  Untuk apa ya saya berada di Problem Thinking?  Tentunya suara internal saya menjawab "Ya perlu dong kalau tidak besok-besok bisa kena pilek lagi lho?  Lalu saya berpikir "Apakah benar penyebab yang sama bisa dihindari?  Bukankah jauh lebih baik untuk menjaga diri sehat selalu sehingga virus tidak bisa datang"?

Orientasi berpikir pun berubah dari Problem Thinking menjadi Outcome Thinking.
Apa yang saya inginkan? Saya ingin sembuh dan bisa beraktivitas lagi dalam waktu sehari.

Setelah mengetahui outcome thinking, tinggal melakukan outcome orientation, dimana pikiran diorientasikan terus untuk mengejar apa yang diinginkan (fokus) yaitu sembuh dan tentunya untuk outcome yang lebih besarnya yaitu sehat selalu.

Outcome tersebut bisa didapatkan dengan istirahat, jauhi minuman dingin, minum vitamin C untuk sekarang, tidur pada waktunya dan lainnya.

Dengan outcome thinking,  terasa badan menjadi lebih cepat sehat karena pikiran tidak terganggu dengan perasaan bersalah telah melakukan ini melakukan itu menjadi sakit (problem thinking) sudah sakit kok malah bermuram durja lagi , bermain-main investigasi lagi...bahkan tersasar di dalam labirin penyesalan.

Jadi keluarlah dari benang kusut pikiran dan biarkan pikiran fokus kepada outcome!

Wednesday, January 9, 2013

Macet dan Ketidakberdayaan

Saya sedang membaca buku Martin E.P. Seligman - Learned Optimism

Ia menceritakan mengenai eksperimen "ketidakberdayaan" (helplessness) dengan menggunakan anjing. 
Percobaan Pertama
Anjing A - Diberikan sengatan listrik yang mampu dihentikan dengan mematikan panel menggunakan hidungnya - Jadi si anjing masih memiliki kontrol.
Anjing B - Diberikan sengatan listrik yang terhubungkan dengan sengatan yang sama yang terjadi pada Anjing pertama namun Anjing B tidak diberikan kemampuan untuk menghentikan sengatan listrik.
Anjing C - Tidak mengalami sengatan listrik

Percobaan Kedua
Sama seperti di atas hanya saja menggunakan partisi cukup rendah antara ketiga kandang tersebut (shuttle-box) yang berarti setiap anjing memiliki pilihan untuk loncat ke kandang anjing yang lain untuk menghindari sengatan listrik.

Dari Percobaan Kedua, Anjing B dengan cepat belajar ketidakberdayaan "Learn Helplessness" karena apa yang terjadi pada percobaan pertama dimana Anjing B tidak memiliki kontrol.  Anjing A dan C berhasil meloncat ke daerah aman dari sengatan listrik sedang Anjing B duduk manis merasakan sengatan listrik terus menerus.

Melihat ketidakberdayaan yang terjadi pada Anjing B perasaan tidak memiliki kontrol dan tidak mampu mengubah keadaan mengingatkan saya terhadap macetnya Jakarta.  Dimana terkadang kita merasa tidak memiliki kontrol terhadap macetnya jalanan Jakarta.

Apakah benar kita tidak memiliki kontrol?  Saya yakin kita bisa mengubah Jakarta menjadi lebih baik beberapa hal yang bisa dilakukan kita sebagai warga Jakarta - beberapa ide yang bisa dicoba walaupun beberapa bisa mengernyitkan alis anda :)

1. Flexible Time -  Mintalah Flexi time kepada manager anda, pergi ke kantor lebih pagi satu jam dan pulang lebih pagi satu jam.
2. Ubah jam kerja untuk kantor anda - Jika anda di posisi upper managerial mungkin bisa mengusulkan untuk perusahaan anda bekerja 30 menit lebih pagi pulang dan pergi.
3. 1 hari kerja virtual - Beberapa perusahaan sudah bisa mengijinkan para pekerja bekerja dari rumah, dengan anda bekerja dari rumah seminggu sekali bisa membantu padatnya jalanan.
4. Nebeng - untuk pekerja yang satu kantor mungkin bisa saling nebeng pergi dan pulang kantor menurunkan jumlah mobil di jalan.
5. Naik Busway/Kendaraan umum - (kalau hujan emang susah naik kendaraan)
6. Perusahaan-perusahaan mengatur jam kerjanya, bahkan ada yang bekerja di hari minggu dan libur dari rabu misalkan. (agak ekstrim)
7. Memindahkan kantor dari pusat kota
8. Tertib di jalan tidak saling potong-memotong, mentaati rambu2 yang ada - ya memang rasanya kurang kalau bawa mobil tidak motong :) 
9. Beli/Bawa makan malam - Dengan menghabiskan waktu makan malam di kantor berarti bisa pulang lebih malam ketika jalanan sudah lebih kosong.
10. Gunakan jembatan penyebrangan sebisa mungkin - ya kadang memang agak jauh tapi menghindari kendaraan stop mendadak.
11. Pergi Fitness dulu - sebelum pulang atau pergi ke kantor
12. Bus Sekolah - Ya yang ini masih impian tapi kalau anak2 bisa ditaruh dalam satu bus kemacetan agak mereda seperti yang kita rasakan ketika liburan sekolah terjadi.
13. Berhenti di belakang lampu merah bukan di depan! - Ya kita tahu deh sapa yang suka bengong di depan lampu merah.
14. Sewa Apartemen deket kantor - wuih yang ini mahal punya, tapi saya lihat sudah beberapa teman saya melakukan ini karena kecapekan naik kendaraan pulang pergi kantor.
15. Monorail - ini kita tunggu dulu ya sebagai penyemangat kalau pas lagi macet di jalan, suatu saat Jakarta lebih baik.
16. Jalan kaki untuk jarak 1-2 Km
17. Dan lain lain...

Ini hanyalah ide-ide , yang terpenting adalah kita melakukan sesuatu untuk membantu jalanan Jakarta yang lancar!  Mari kita menjadi warga berdaya dan mampu mengubah bahkan hal yang kecil pun.